[5] [recent] [slider-top-big] [TERBARU]

Latar Belakang

| No comment
Keberadaan atau kiprah Kridha Bahtera Kasih (KBK) tidak terlepas dari pengalaman hidup Spiritual Sudjarwo Hadjar Mintorogo, dimana sejak masa remajanya telah mengalami panggilan kehidupan spiritual. Pengalaman hidupnya sangat berbeda dengan kebiasaan hidup remaja lain pada umumnya. Melalui latihan mati raga atau tapa brata yang dijalaninya berkembang menjadi pembelajaran, tempaan, dan pengenalan kehidupan spiritual yang mendalam. Puncak dari pembelajaran yang dialaminya membawa pada pemahaman sebagai berikut:

“Bila Aku telah lulus padamu, kamu telah lulus pada-Ku.
  Aku adalah kamu, kamu adalah Aku.
  kamu, Aku angkat jadi sahabat-Ku.
  tanpa Aku, kamu tidak akan sampai pada-KU.”
“Keinginanmu adalah kehendak-Ku,
  rencanamu adalah rencana-Ku
  keinginanmu tiada, yang ada adalah kehendak-Ku
  rencanamu tiada, yang ada adalah rencana-Ku
  keinginan dan rencanamu tiada, yang ada adalah kehendak dan rencana-Ku”
“kamu dan Aku adalah satu”
Disamping itu, ada pula hasil dari pembelajaran yang berguna bagi sesama di dunia ini:
    “Sebaik-baiknya orang yang baik adalah mareka yang berguna bagi sesama”
    “Kehidupan dengan budi pekerti luhur dan berakhlak mulia akan membawa pada kebahagiaan”



Keadaan Saat Ini
Dalam kisah penciptaan manusia disebutkan bahwa Allah menghembuskan nafas hidup/Roh ke dalam hidung manusia yang dibentuk dari debu tanah. Oleh karena itu, ada unsur ke-Illahi-an dalam diri manusia, ada sesuatu yang murni, yang kudus, yang suci, bagian dari unsur pencipta-Nya.
Nyatanya dalam banyak kejadian manusia sering kali terasing dari dirinya. Yang lebih diperhatikan adalah hal-hal yang bersifat jasmani/tubuhnya, sedangkan rohnya terabaikan. Tarikan materi jauh lebih menarik dari pada nilai-nilai keluhuran kehidupan, semakin dipuaskan kehidupan materi-semakin terpuruk dalam sifat hedonisme, materialisme. Mengabaikan keutamaan kehidupan luhur atau mulia sebagai ciptaan-Nya. Dengan perkataan lain, manusia jatuh dalam kehidupan duniawinya, jasmaninya dan mengabaikan kemurnian/keluhuran jati dirinya.

Solusi
Seseorang dikatakan tidak dapat memahami tingkat realitas yang lebih tinggi/luhur tanpa terlebih dulu meredam/mengatasi getaran yang lebih kasar/rendah dari dunia luar. Kenyataan ini mencengangkan sehingga orang harus berusaha dengan sadar untuk mengerem/ menguranginya agar kembali dapat melihat realitas lain yang ada dalam jati dirinya. Oleh karena itu diperlukan sikap pertobatan terus-menerus untuk menyadarinya.
Karena hakikat Allah adalah nilai yang berhubungan dengan kemurnian/keluhuran/kasih, maka sungguh tepatlah bila panggilan kehidupan manusia sesungguhnya pada nilai-nilai kemurnian/ keluhuran/cinta kasih, intinya pada kesempurnaan nilai-nilai hidup. Akan tetapi, untuk mengejar kesempurnaan nilai-nilai hidup itu, manusia harus menjalani proses pembentukan yang dikerjakan Allah dalam kerjasama yang erat dengan manusia. Panjang-pendeknya proses tersebut sangat bergantung pada kerjasama/tekat masing-masing pribadi. Kerjasama ini berupa pertobatan yang terus-menerus yang mengarah pada perubahan hati, cara berpikir, sikap dan tingkah laku agar semakin sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Salah satu cara yang dapat dengan cepat mengantar manusia pada pertobatan yang terus menerus ini adalah melalui mati raga atau tapa brata yang dengan sadar mengendalikan diri dari hawa nafsu indrawi/keduniawian. Untuk itu kita diajak merenungkan 5 pertanyaan dibawah ini untuk mengenal jati diri:
  1. Siapakah aku, Aku dan AKU?
  2. Untuk apa aku dilahirkan ke dunia?
  3. Apakah tugas hidup, kehidupan dan penghidupanku?
  4. Kemana aku pergi setelah kehidupan "ini"?
  5. Kepada SIAPA aku kembali dan kapan?